Andongsari adalah dua nama, yaitu Andong dan Sari. Mereka adalah suami istri. Hingga kini orang pelesiran Ledok Wetan maupun Ledok Kulon mengenalnya sebagai Mbah Andongsari. Mbah Andong dikenal suka menolong orang, salah satunya yaitu memberi tumpangan perahunya kepada masyarakat untuk menyeberang kedesa lainya (Trucuk).
Konon ceritanya! Saat mengantar penumpang untuk menyeberangi kesungai Bengawan solo, Mbah Andong hanya menggunakan sebilah tongkat dari menjalin. Dan dengan diacungkan nya tongkat tersebut kearah perahunya, perahu itu berjalan sendiri tanpa mengayuh dayungnya sampai desa seberang.
Diketahui, sebelum mbah Andong berpijak di tlatah/kelurahan Ledok, Mbah Andong adalah seorang tumenggung. Yakni Tumenggung Haryo Mentaun. Tak heran jika Mbah Andong mempunyai banyak pusaka yang menurut kata orang, pusaka tersebut ampuh yang kini dikeramatkan.
Pusaka-pusaka Mbah Andong masih terawat dan tersimpan di dalam ruangan kamar tepat di makam/cungkup pesarean nya. Dan setiap bulan Suro hari Selasa Kliwon pusaka tersebut dijamas dan dikirab keliling kelurahan.
Menurut keterangan dari kepala Kelurahan Ledok Wetan Sutiyani Pertiwi SSos MM; mengatakan bahwa ritual kirab tersebut sebagai bentuk selamatan yang dilaksanakan setiap setahun sekali. Sebagai adat/budaya warga kelurahan Ledok
“Mengenai kirab Pusaka Ki Andong Sari memang harus dilestarikan, Karena ini merupakan adat/budaya di tlatah Ledok,” ucapnya di lokasi kirab pada, Senin (1/8/22)
“Sejarahnya, sebutan Tumenggung Haryo Mentaun dikarena sebagai pejuang di masa penjajahan Belanda,” tambahnya
Dalam kirab tersebut ada sedikitnya delapan pusaka yang dikirab antara lain pusaka Gagak Cemani, Godong Andong, Galih Kelor, Menjalin Bang, Menjalin Porong, Pedang Cakra Budaya, Kentrung, dan Kutang Onto Kusumo.Selendang dan beberapa pakaian disimpan dikotak pusaka yang tidak diperbolehkan dibuka orang umum.
Selain itu, dengan adanya ritual Kirab pusaka Ki Andong Sari, ada ratusan warga kelurahan Ledok Wetan dan Kulon berantusias serta berpartisipasi andil dalam prosesi iring- iringan kirab pusaka tersebut. Mulai dari pembawa pusaka hingga bermacam kreasi dan kreatifitas yang disuguhkan warga.
“Kita tingkatkan adat/budaya ini supaya masyarakat bisa lebih memahami makna dari semua ini,” pungkasnya. (Ras)