Lamongan, Rodainformasi.com – BPNT adalah program bantuan sosial pangan dalam bentuk non tunai dari pemerintah dalam hal ini Kementrian sosial bukan yang diberikan KPM ( Keluarga Penerima Manfaat) setiap bulanya melalui akun Elektronik yang digunakan untuk membeli bahan pangan di E- warung.Rabu ( 16/02/2022)
Sejak bergulirnya pencairan pada Desember 2021 penyaluran BPNT di Lamongan menimbulkan sejumlah persoalan yang muncul yang tidak sejalan dengan apa yang telah ditentukan oleh Kemensos yang tertuang dalam Permensos nomor 5 Tahun 2021,seperti palanggaran pedoman umum. Berdasarkan fakta yang ada, sembako yang disalurkan untuk KPM tidak sesuai standar pangan.
Carut marut persoalan BPNT di Lamongan semakin ambaradol, hal ini di duga tidak adanya fungsi kontrol dan evaluasi yang dilakukan tim koordinasi di tingkat kabupaten terhadap pemasok sehingga kesepakatan dari beberapa item yakni, tepat waktu, tepat sasaran, tepat harga, tepat jumlah, tepat mutu dan tepat administrasi nyaris tidak terevaluasi.
Begitu juga dugaan – dugaan yang santer di masyarakat yang dialamatkan kepada TKSK. Sementara TKSK ( Tenaga Kesejateraan Sosial Kecamatan) sesuai tugas fungsinya bertugas membantu menyelenggarakan kesejateraan sosial atau meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan kesejateraan sosial ditingkat kecamatan seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Sosial nomor 03 Tahun 2013
Dalam hal ini TKSK dianggap tidak menjalankan fungsinya, sehingga komoditi pangan yang tidak layak di konsumsi masih berkeliaran di KPM hingga batas waktu yang ditentukan Kemensos per 10 Januari 2022.
Persoalan yang muncul hingga saat ini masih belum terpecahkan, hak KPM yang dianggap dikurangi karena tidak sepadan nilai bansos yang diterima dengan nominal Rp 200.000 sebagai haknya.
Bantuan pangan yang diterima secara rinci dijelaskan :
Beras berwarna kekuningan cenderung kehitaman, berat kurang dari 15 kg, telur hanya butiran banyak yang retak dan kurang dari 1 kg, bawang merah banyak yang basah berwarna kehitaman, kacang hijau banyak yang kedaluwarsa jika dimasak tidak berkembang, buah apel berwarna hijau kecil – kecil tidak ada 1 kg. Dari kesemuanya ini oleh KPM dianggap tidak layak di gunakan.
Secara ilmu dagang nominal Rp 200.000, dengan pembelian komoditi barang yang di maksud ada kelebihan rupiah. Belum lagi masalah kartu banyak yang direkrut dan di gesekan pihak lain ( Agen) bukan KPM sendiri, hal yang demikian sangat membingungkan.
Berdasarkan pantauan awak media dibeberapa desa KPM berharap kedepanya untuk lebih memanusiakan manusia.( ir / Redaksi).
Komentar