Usia Harapan Hidup Masyarakat Bojonegoro Naik, Pemkab Ajak Terus Tingkatkan Kesehatan 

Bojonegoro, Rodainformasi.com – Pemkab Bojonegoro mengajak masyarakat untuk terus aktif melakukan pembangunan kesehatan. Kini, usia harapan hidup masyarakat Bojonegoro terus meningkat. Ajakan itu disampaikan melalui program SAPA! (Selamat Pagi!) Malowopati FM edisi Jumat (11/8/2023) hasil kerjasama Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro.

Dipandu penyiar Lia Yunita, SAPA! Malowopati FM menghadirkan narasumber Kepala Dinas Kesehatan Bojonegoro dr. Ani Pujiningrum, M.kes, dan Kepala Bidang pelayanan Kesehatan di Dinas Kesehatan kabupaten Bojonegoro Dwi Setyorini, SKM, MHSN.

Siaran SAPA! Malowopati FM dapat diikuti secara live YouTube Malowopati Radio dan interaksi langsung melalui nomor WhatsApp 08113322958.

Menurut Kepala Dinkes dr. Ani, untuk mengukur tingkat kesehatan, digunakan indikator usia harapan hidup. Saat ini, usia harapan hidup masyarakat Bojonegoro mencapai 72,16 tahun (capaian tahun 2022), mengalami peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Ada tiga aspek dalam pengembangan sektor kesehatan untuk meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan. Pertama melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur, guna menjamin akses yang lancar dan mudah ke berbagai fasilitas kesehatan. Kedua, peningkatan ketersediaan sarana prasarana di seluruh unit fasilitas kesehatan, termasuk puskesmas serta rumah sakit. “Ketiga, permudah akses melalui aspek pembiayaan,” jelasnya.

Pada tahun 2020, Dinkes telah meluncurkan program Universal Health Coverage (UHC). Tujuannya memastikan  masyarakat Bojonegoro dapat dengan mudah mengakses layanan kesehatan tanpa beban finansial yang berlebihan.

Baca Juga  Baru 4 Bulan Proyek Pembangunan Fisik TPT, Tahun 2021, Desa Sumengko - Kedungpring  Ambrol

Program UHC Kabupaten Bojonegoro ini menjadi yang pertama di Jawa Timur, dan mendapatkan penghargaan dari Gubernur Jawa Timur. Kini, sebanyak 79,3% penduduk Bojonegoro tercover oleh BPJS Kesehatan.

Selain itu, Dinkes Bojonegoro juga meraih penghargaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam acara STBM Award. Bojonegoro tampil sebagai peringkat pertama dalam kategori ODF nasional (Open Defecation Free) atas inovasi perubahan perilaku masyarakat dari kebiasaan buang air besar sembarangan menjadi buang air besar pada tempatnya melalui program jambanisasi.

“Dengan prestasi ini, Bojonegoro berhasil membangun total 31.005 jamban yang mengubah tatanan sanitasi masyarakat menjadi lebih teratur dan bersih,” terangnya.

Selain itu, ada program terbaru Dinkes, yaitu pemberian bantuan makanan tambahan ASI sebesar Rp 200.000/bulan. Program tersebut ditujukan kepada ibu-ibu yang menyusui bayinya, dengan usia bayi 0-12 bulan.

“Program ini merupakan inovasi dari Ibu Bupati Anna melalui hasil evaluasi yang mendalam. Dalam waktu dekat akan kami sosialisasikan secara massif dan untuk kami laksanakan,” tutur dr. Ani.

Sementara itu, Dwi Setyorini menuturkan, guna mencapai layanan yang cepat tanggap dan menyeluruh, Dinkes meluncurkan program Public Safety Center (PSC) pada tahun 2021 yang terus beroperasi hingga sekarang.

Baca Juga  Pj Bupati Adriyanto Berdialog dengan Rekan Media, Ajak Para Jurnalis Jaga Bojonegoro Tetap Kondusif 

“PSC ini diluncurkan guna memberikan layanan kesehatan dalam keadaan darurat, seperti kecelakaan lalu lintas, serangan jantung mendadak, serangan stroke, dan lain-lain,” tuturnya.

Layanan PSC dapat diakses melalui telepon di 081132277119 atau dengan mengunduh aplikasi “Emergency Button Bojonegoro” di playstore. Layanan ini mencakup seluruh wilayah Kabupaten Bojonegoro dan beroperasi 24 jam non-stop untuk tindak darurat

Dan kini, ada lagi program yang sedang menjadi perhatian publik, yakni penurunan anak stunting. Banyak program diberikan, seperti pemberian makanan tambahan untuk balita dan posyandu remaja.

“Hingga Juni 2023, presentase stunting di Bojonegoro sudah menurun sebanyak 1.609 anak atau 2,34%. Lalu dalam 5 tahun terakhir, sesuai data dari Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPBGM), terdapat penurunan sebesar 6,31% atau 5.285 balita di Bojonegoro telah keluar dari status stunting dalam 5 tahun terakhir. Kami juga selalu berupaya mencegah agar tidak ada stunting baru,” tuturnya.

Dinkes akan merujuk anak stunting ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan dari dokter spesialis anak. “Karena setiap anak memiliki kondisi yang berbeda-beda, maka diperlukan penanganan yang berbeda juga,” imbuhnya.

Ibu Rini juga menegaskan semua program dan layanan ini tidak dipungut biaya dan ditujukan khusus untuk seluruh warga Kabupaten Bojonegoro.( Ir / Red)

Komentar